Wednesday, July 9, 2008

carut marut

Kenyamanan. Yang penting nyaman. Lingkungan. Kerja. Hidup. Keluarga. Tentu saja akherat. Saya percaya dengan anekdot bahwa orang baik selalu bertemu orang dan lingkungan baik. Mungkin jin pendamping saya terlalu mencampuri urusan hidup tuannya, percayalah saya orang yang paling sabar.

Saya bingung dengan hidup zaman sekarang, hidup pada zaman saya dulu (masa kecil maksudnya) menurut saya tidak terlalu berlebihan seperti sekarang. Sekarang semua tampak sama dengan pengelompokan-pengelompokan. Orang Indonesia yang latah. Hal baru selalu diikuti tanpa mikir panjang. Gaya nomor satu. Pernah lihat pengemis punya HP di negeri luar? Pernah lihat orang-orang antre minyak tanah membawa HP? Pernah lihat tukang parkir mainan laptop? Semua ada di Indonesia.

Zamannya pop semua pop. Sekarang zamannya Jazz semua Jazz. Zamannya punya laptop semua pada beli. Meski ngutang sana sini.

Bangsa Indonesia bangsa yang masih belajar demokrasi. Menurut saya demokrasi di sini aneh. Mungkin satu generasi harus dihapus agar mental bangsa kembali bagus.

Lihat saja anak-anak muda zaman sekarang. Celana hipster. Skinny jean. Rambut apalah namanya yang emo-emo gitu. Padahal semuanya tidak tahu maknanya apa. Mungkin nanti jika ada tren pake sarung yang pas di bokong bolong, anak-anak muda (disini range 10-35 tahun) akan mengikutinya. Kenapa harus mengikuti. Orang Indonesia terlalu takut untuk tidak mengikuti paradigma yang terjadi.

Anehnya para pengikut kadang cuma mengikut, tidak tahu maknyanya. Berani taruhan, orang-orang Muslim di Indonesia melakukan shalat sebagai rutinitas penyembahan terhadap Allah tanpa tahu maknanya. Bapak saya bilang, "Belajar agama (Islam), jangan kaya orang lain, cuma jengkang-jengking gak tau maknanya, dapet capek aja!! Untung Allah Maha Pengasih, walau cuma jengkang-jengking tetep dapet rezeki." Coba lihat lagi. Musik. Film. Tren Baju.

Perhatikan pula para kritikus di berbagai bidang, mereka terlalu berlebihan berpendapat tentang hal yang agak 'menyimpang'. Dengan dalil demokrasi mereka begitu. Tentu saja pekerjaan mereka memang mengkritik.

Salahkan saja Soeharto yang menyebabkan mental kita gini. Pernah berfikir bahwa MUNGKIN Soeharto masih hidup? Jiwanya berpindah ke badan Tommy? Mereka mirip sekali. Kenapa harus menunggu tua hingga mati dan Tommy keluar dari penjara. Pernah berfikir kalau ternyata Soeharto mengumpulkan harta yang halal. Sementara ada oknum-oknum lain yang menyebakan semua ini dan menjebak Soeharto agar 'tampak' terlihat seperti sekarang image -nya? Salahkan saya yang berfikir seperti ini, jangan anggap serius paragraf ini. Salahkan saya yang berfikir seperti ini sementara film-film Indonesia itu-itu saja sehingga pola fikir saya seperti sutradara dan penulis film-film konspirasi Amrik .

Lihat saja, bahkan bicara saya carut marut, temanya gak jelas. Saya bingung dengan zaman ini. Bahkan saya bingung menulis kata "zaman" itu "jaman" atau "yaman" atau apalah.

2 comments:

kamil said...

mari naik gunung aja,,
nanti kalo uda diatas bakal terlihat dan terasa apa itu saya kami kita kamu mereka semua.

Anonymous said...

Udah lama kagak mampir, bang.
mampir2 tulisanmu sungguh...
kok tumben picha emosional gitu yah... hahahaha...

salam selalu, kawan.
wassalam...
sukses!!!