Kita tidak akan tersesat jika membaca. Bacalah. Saya membaca buku agama. Saya membaca alam. Saya membaca petunjuk-Nya. Saya mencoba membaca isyarat-Nya. Semakin saya mencoba membaca, semakin hikmah ditemukan. Hikmah timbul dari persimpangan. Allah menguji saya dengan pilihan-pilihan sikap di persimpangan. Persimpangan merupakan ujian dari Allah. Yang diukur adalah sikap.
Pembelajaran-pembelajaran agama tidak berhenti. Saya membagi 2 (dua) level tingkat keagamaan, yaitu kuantitas dan kualitas. 2 level ini bisa dipilih yang mana dahulu atau dilakukan bersamaan. Saya memilih untuk membenahi level kuantitas dulu.
Level Kuantitas berbicara mengenai jumlah. Berapa jumlah ibadah yang wajib dan sunah yang dilakukan sehari. Konon, pembiasaan baru terasa ringan setelah 14 hari. Tantangannya adalah hidup di Jakarta. Dimana waktu dan tempat menjadi satu dimensi.
Level Kualitas berbicara mengenai esensi dan pemahaman. Tantangannya adalah karena kuantitas dari esensi dan pemahaman itu sendiri yang berbeda-beda.
Perjalanan religi tidak akan berhenti. Ada kalanya seperti berjalan mundur. Atau seperti berjalan lurus namun tidak mendapat apa-apa (ini pemikiran dangkal manusia).
Saat pemikiran dangkal muncul, saat banyak alasan keluar. Disinilah keberhasilan setan bekerja.
No comments:
Post a Comment